“Percayalah, hai anakku, dosamu sudah diampuni.” Matius 9 : 2b.
Ketika Yesus sedang mengajar, tiba-tiba atap rumah tempat IA mengajar terbuka. Dan dari atas tampaklah 4 orang menurunkan tilam ke hadapan Yesus. Tilam itu berisi manusia. Ia terbaring lemah tanpa daya. Orang ini lumpuh.
Yesus memandang mereka. Ia melihat iman yang luar biasa dalam diri mereka. Bagaimana tidak? Untuk menemui Yesus saat itu sangat tidak mudah. Tempat Yesus mengajar dipenuhi oleh orang-orang yang berkerumun sampai menutup jalan masuk.Bagaimana mungkin menerobos kerumunan orang sebanyak itu? Tidak ada cara lain selain melalui atap, pikir mereka.Mereka berani mengambil resiko jatuh dari atap dan dimarahi oleh yang punya tempat, hanya demi menemui Yesus. Demi kesembuhan temannya apapun mereka lakukan. Luar biasa sekali orang-orang ini.
pa tindakan Yesus selanjutnya? Tiba-tiba Yesus berkata kepada orang yang lumpuh itu demikian ”Percayalah, hai anakKu, dosamu sudah diampuni.”
Mereka saling berpandangan. Aneh sekali Yesus ini, pikir mereka saat itu. Mereka berharap saat itu Yesus berkata, ”Hai anakKu, sembuhlah.” Kok Yesus malah berkata dosamu sudah diampuni. Kata-kata Yesus itu membingungkan. Seperti Jaka Sembung naik ojek alias nggak nyambung jek.Asli tulalit jreng, begitu gumam mereka seandainya mereka hidup di jaman ini.
Mengapa jawaban Yesus berbeda dengan harapan mereka? Yesus kan lihat sendiri bahwa orang itu membutuhkan kesembuhan bukan pengampunan. Kok jadi gini?Mungkin begitu yang berkecamuk di dalam hati mereka. Mungkin begitu juga sikap kita ketika kita menerima jawaban doa yang berbeda dengan yang kita harapkan. Bingung, bertanya-tanya dan mungkin bersungut-sungut.
Sebenarnya Yesus bisa saja berkata, ”Sembuhlah!” namun Yesus tahu kebutuhan terbesar orang yang lumpuh ini adalah pengampunan dosa. Yesus tahu persis bahwa penyebab kelumpuhan orang ini adalah dosa.
Daud mengakui bahwa dosalah yang membuat ia sakit-sakitan : tidak ada yang sehat pada dagingnya, tidak ada yang selamat pada tulang-tulangnya dan membuat tulangnya menjadi gemetar. Kepalanya seperti mau pecah karena ditindih oleh beban yang demikian berat dan merana.
”Tidak ada yang sehat pada dagingku oleh karena amarahMu, tidak ada yang selamat pada tulang-tulangku oleh karena dosaku; sebab oleh kesalahanku telah menimpa kepalaku; semuanya seperti beban berat yang menjadi terlalu berat bagiku.” ( Mazmur : 38 : 4 ).
Ya TUHAN, janganlah menghukum aku dalam murkaMu, dan janganlah menghajar aku dalam kepanasan amarahMu. Kasihanilah aku, TUHAN, sebab aku merana; sembuhkanlah aku, TUHAN. Sebab tulang-tulangku gemetar.” ( Maz 6 : 2,3 ).
Kembali ke soal jawaban Yesus yang berbeda itu. Apa respon orang itu mendengar jawaban Yesus? Tidak bergerak. Begitupun dengan teman-teman yang mengantarnya. Tidak ada yang bergerak. Mungkin mereka saling berpandangan atau sedang memandangi Yesus, menanti 'aksi' Yesus selanjutnya. Tidak ada yang memuliakan Allah saat itu. Namun ketika Yesus berkata, "Bangunlah, angkatlah tempat tidurmu dan pulanglah ke rumahmu!" maka orang yang lumpuh itupun bangun, segera mengangkat tempat tidurnya dan pergi ke luar di hadapan orang-orang itu, sehingga mereka semua takjub lalu memuliakan Allah, katanya: "Yang begini belum pernah kita lihat." ( Markus 2 : 11,12 ).
Orang itu tidak takjub ketika Yesus mengampuni dosa orang yang lumpuh itu. Mengapa? Karena buat mereka pengampunan dosa itu bukan hal yang spektakuler. Hanya ahli Taurat yang menganggap Yesus melakukan dosa yang spektakuler yaitu menghujat Allah dengan mengatakan demikian.
Markus 2 : 6,7
Tetapi di situ ada juga duduk beberapa ahli Taurat, mereka berpikir dalam hatinya:"Mengapa orang ini berkata begitu? Ia menghujat Allah. Siapa yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah sendiri?"
Kita baru takjub dan memuliakan Allah ketika kita mendapatkan jawaban yang spektakuler atau extra ordinary dalam hidup kita. Kita baru memuliakan Allah ketika kita mendapatkan jawaban doa yang sesuai dengan harapan kita. Tetapi ketika doa itu terjawab lain, kita cenderung bungkam. Mulut kita terasa berat untuk memuji Allah.Tetapi sesungguhnya di balik jawaban yang sepertinya tidak mengenakkan di hati kita itu, tersimpan rencanaNya yang demikian indah.
Kita tidak benar-benar tahu apakah yang kita minta itu benar-benar baik atau tidak, berguna atau tidak, membangun atau tidak. Kita bahkan tidak benar-benar tahu apakah itu yang benar-benar kita butuhkan atau tidak.
Mari kita belajar bersyukur kepada Tuhan atas apapun jawaban yang Tuhan berikan atas doa-doa kita. Yakini saja itulah yang paling terbaik untuk kita. Waktu yang akan membuktikannya. Jangan tunggu Tuhan berkata bangun dan berjalanlah baru kita menjadi takjub karenanya. Tuhan Yesus memberkati.
0 komentar:
Posting Komentar
We wait your comment !